Raja Bone Ke-11 La Tenri Ruwa
Posted by AndiEwha
La Tenri Ruwa Sultan
Adam Arung Palakka juga sebagai Arung Pattiro adalah sepupu We Tenri Patuppu
MatinroE ri Sidenreng. Ketika Arumpone meninggal dunia, orang Bone sepakat
untuk mengangkat La Tenri Ruwa menjadi Mangkau’ di Bone.
Belum cukup tiga bulan
setelah menjadi Mangkau’, datanglah KaraengE ri Gowa membawa agama Islam ke
Bone. Orang Gowa membuat benteng di Cellu dan Palette. Berkatalah Arumpone
kepada orang Bone ; ”Kalian telah mengangkat saya menjadi Mangkau’ untuk membawa
Bone kepada jalan yang baik. KaraengE ri Gowa datang membawa agama Islam yang
menurutnya adalah kebaikan. Sesuai dengan perjanjian kita yang lalu, siapa yang
mendapatkan kebaikan, dialah yang menunjukkan jalan. Oleh karena itu saya
mengajak kalian untuk menerima Islam”.
KaraengE ri Gowa
berkata ; ”Menurutku Islam adalah kebaikan dan dapat mendatangkan cahaya terang
bagi kita. Oleh karena itu saya berpegang pada agama Nabi. Kalau engkau
menerima pendapatku, maka Bone dan Gowa akan menjadi besar untuk bersembah
kepada Dewata SeuwaE (Allah SWT).
Berkata lagi Arumpone
kepada orang banyak ; ’Kalau kalian tidak menerima baik maksud KaraengE padahal
dia benar, dia pasti masih memerangi kita dan kalau kita kalah berarti kita
menjadi hamba namanya. Tetapi kalau kalian menerima dengan baik, kita dijanji
untuk berdamai. Kalau kita melawan, itu adalah wajar. Jangan kalian menyangka
bahwa saya tidak mampu untuk melawannya”.
Ketika itu semua orang
Bone menolak Islam. Arumpone La Tenri Ruwa hanya diam, karena dia sudah tahu
bahwa orang Bone berpendapat lain. Pergilah Arumpone ke Pattiro dan hanya
diikuti oleh keluarga dekatnya. Sesampainya di Pattiro, ia mengajak lagi orang
Pattiro untuk menerima agama Islam. Ternyata orang Pattiro juga menolak.
Akhirnya Arumpone naik
ke SalassaE (istana) bersama keluarga dan hambanya. Ketika Arumpone ke Pattiro,
orang Bone sepakat untuk menjatuhkan La Tenri Ruwa sebagai Arumpone. Diutuslah
La Mallalengeng To Alaungeng ke Pattiro untuk menemui Arumpone. Kepada Arumpone
La Mallalengeng menyampaikan ; ”Saya disuruh oleh orang Bone untuk menyampaikan
bahwa bukan lagi orang Bone yang menolak engkau sebagai Mangkau’, tetapi engkau
sendiri yang menolak kami semua, karena pada saat Bone menghadapi musuh besar,
engkau lalu meninggalkannya”.
Arumpone menjawab ;
Saya menyangkal bahwa saya meninggalkan orang Bone, saya hanya menunjukkan
jalan kebaikan dan cahaya yang terang. Tetapi kalian tidak mau mengikutinya dan
lebih suka memilih jalan kegelapan. Makanya saya pergi meilih jalan kebaikan
dan cahaya yang terang itu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi-Nya”.
Ketika To Alaungeng
kembali ke Bone, Arumpone La Tenri Ruwa menyuruh salah seorang keluarganya ke
Pallette untuk bertemu dengan KaraengE ri Gowa yang sementara berkedudukan di
Pallette. Begitu pula KaraengE menyuruh Karaeng Pettu ke Pattiro menemui
Arumpone. Sesampainya Karaeng Pettu di Pattiro dan bertemu Arumpone, tiba-tiba
tempatnya bertemu itu dikepung oleh orang Pattiro bersama orang SibuluE.
Arumpone sekeluarga bersama Karaeng Pettu meninggalkan tempat menuju ke puncak
gunung Maroanging.
Setelah itu, pergilah
Arumpone menemui KaraengE ri Gowa, sementara Karaeng Pettu tinggal menjaga
Pattiro. Di Pallette Arumpone La Tenri Ruwa ditanya oleh KaraengE ri Gowa ;
”Sampai dimana batas kekuasaanmu. Sebab saya tahu bahwa Bone adalah milikmu,
sementara menurut berita bahwa akkarungeng telah berpindah di Bone”. Arumpone
menjawab ; ”Yang menjadi milikku adalah Palakka dan Pattiro begitu juga
Awampone. Kalau Mario Riwawo adalah milik isteriku”.
Berkata lagi KaraengE
; ”Sekarang ucapkanlah syahadat, biar Palakka, Pattiro dan Awampone saja yang
menerima Islam. Untuk Bone biarkan saja tidak bertuan, Gowa tidak akan
memperhambamu”. Arumpone menjawab ; ”Karena saya akan mengucapkan syahadat, sehingga
saya kemari”.
Selanjutnya KaraengE
ri Gowa berkata ; ”Saya juga tahu bahwa Pallette ini adalah milikmu, tetapi
kebetulan tempat berdirinya bentengku. Oleh karena itu saya menganggapnya
sebagai milikku, namun saya berikan kembali kepadamu”.
Kemudian KaraengE ri
Gowa, Karaeng Tallo dan Arumpone berikrar ; Pertama diucapkan oleh KaraengE ri
Gowa dan Karaeng Tallo ; ” Inilah yang akan dipersaksikan kepada Dewata SeuwaE
bahwa bukanlah turunan KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo yang kelak akan mengganggu
hak-hakmu. Kalau ada kesulitan yang engkau hadapi, bukalah pintumu untuk kami
masuk pada kesulitan itu”. Lalu Arumpone menjawab ; ”Wahai Karaeng, ikat padiku
tidak akan terbuka, tidak sempurna pula kehidupanku dan apa yang ada dalam
pikiranku. Kalau ada kesulitan yang menimpa Tanah Gowa, biar sebatang bambu
yang dibentangkan, kami akan melaluinya untuk datang membantumu sampai kepada
anak cucumu dan anak cucuku, asalkan tidak melupakan perjanjian ini”.
Setelah ketiganya
mengucapkan ikrar, kembalilah Arumpone La Tenri Ruwa ke Pattiro. Lima hari
setelah perjanjian itu diucapkan bersama, dibakarlah Bone oleh orang Gowa.
Menyerahlah orang-orang Bone dan mengucapkan syahadat. Kemudian KaraengE ri
Gowa dan Karaeng Tallo kembali ke negerinya.
Sejak La Tenri Ruwa
meninggalkan Bone dan berada di Pattiro, sejak itu pula orang Bone
menganggapnya bahwa dia bukan lagi Mangkau’ di Bone. Kesepakatan orang Bone
adalah mengangkat anak dari MatinroE ri Sapananna (addenenna) yang pada saat
itu menjadi Arung Timurung yang bernama La Tenri Pale To Akkeppeang. Adapun La
Tenri Ruwa setelah KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo kembali ke negerinya,
diusir oleh orang Bone agar meninggalkan Bone. Arumpone inilah yang dianggap
mula-mula menerima agama Islam dari KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo.
La Tenri Ruwa MatinroE
ri Bantaeng berangkat ke Su’ (Mangkasar) dan tinggal pada Dato’ ri Bandang. Ia
pun diberi nama Arab yaitu Sultan Adam. Disuruhlah memilih tempat oleh Dato’
dan KaraengE ri Gowa. Tempat yang dipilihnya adalah Bantaeng dan di Bantaenglah
ia meninggal, oleh karena itu dinamakan MatinroE ri Bantaeng.
La Tenri Ruwa kawin
dengan sepupunya yang bernama We Baji atau We Dangke LebaE ri Mario Riwawo yang
kemudian disebut juga Datu’ Mario Riwawo. Dari perkawinan ini lahirlah We Tenri
Sui. We Tenri Sui pernah juga kawin dengan To Lempe Arung Patojo saudara
kandung Datu Soppeng yang mula-mula memeluk Islam yang bernama BeowE. Dari
perkawinannya lahirlah We Bubungeng yang berarti bersaudara kandung dengan We
Tenri Sui.
We Tenri Sui kawin
dengan La Pottobune Arung Tanatengnga Datu Lompulle, anak dari We Cammare Datu
Lompengeng MattendumpulawengE dari suaminya yang bernama To Wawo. Dari
perkawinan ini lahirlah La Tenri Tatta To Unru Datu Mario Riwawo. Ada juga yang
bernama We Tenri Abang. Selain itu, We Dairi (meninggal diwaktu kecil), We
Tenri Wempeng Daunru (meninggal diwaktu kecil), La Tenri Garangi (meninggal
diwaktu kecil), selanjutnya We Kacimpureng Daoppo Datu Marimari, tidak ada
keturunannya.
We Bubungeng I Dasajo
Arung Pattojo diangkat menjadi datu di Watu, kawin dengan La Tenri Bali Datu
Soppeng MatinroE ri Datunna. Dari perkawinan ini lahirlah La Tenri Senge’ To
Wesang dan We Yada MatinroE ri Madello.
Arung Tanatengnga
kemudian kawin lagi dengan We Tenri Pada Datu Watu anak dari We Puampe dengan
suaminya La Page Datu Mario Riwawo.
Adapun La Tenri Tatta
To Unru diwariskan oleh ibunya untuk menjadi datu ri Mario Riwawo, sehingga
digelar sebagai Datu Mario Riwawo. La Tenri Tatta kawin dengan sepupunya yang
bernama We Dadda atau We Yadda anak dari We Bubungeng I Dasajo dari suaminya
MatinroE ri Datunna. Dari perkawinannya ini tidak melahirkan seorang anak,
akhirnya bercerai.
Isteri La Tenri Tatta
yang paling dicintainya adalah I Mangkawani Daeng Talele, tetapi juga tidak ada
keturunannya. Oleh karena itu La Tenri Tatta To Unru sampai akhir hayatnya
tidak memiliki keturunan.
Saudara kandung La
Tenri Tatta yang bernama We Tenri Wale Da Umpu Mappolo BombangE itulah yang
menjadi Maddanreng ri Palakka. Karena setelah La Tenri Tatta kembali dari
Mangkasar, orang Bone menobatkannya menjadi Arung Palakka. Mappolo BombangE
kawin dengan La PakokoE Arung Timurung yang juga Ranreng di Tuwa dan sebagai
Arung di Ugi. Dari perkawinan itu lahirlah seorang anak laki-laki La Patau Matanna
Tikka WalinonoE To Tenri Bali MalaE Sanrang MatinroE ri Nagauleng.
Sedangkan saudara
kandung La Tenri Tatta yang lain yang bernama We Tenri Abang Da Eba, itulah
yang mengikutinya sewaktu La Tenri Tatta To Unru pergi ke Jakarta. Oleh karena
itu, La Tenri Tatta menyerahkan kepada adiknya itu untuk menjadi Datu ri Mario
Riwawo. We Tenri Abang kawin dengan La Sule atau La Mappajanci Daeng Mattajang
Karaeng Tanete, turunan Karaeng Tallo. Dari perkawinannya itu lahir dua orang
anak perempuan yang bernama We Pattekke Tana Daeng Tanisanga dan We Tenri
Lekke’.
We Pattekke Tana kawin
dengan PajungE ri Luwu MatinroE ri Langkanana yang bernama La Onro To Palaguna.
Dari perkawinannya itu lahirlah We Batara Tungke dan We Fatimah MatinroE ri
Pattiro. We Fatimah MatinroE ri Pattiro kawin dengan sepupunya yang bernama La
Rumpang Megga To Sappaile. Dari perkawinan itu lahirlah We Tenri Leleang Datu
Luwu dan La Oddang Riwu Daeng Mattinring atau La Tenri Oddang. Inilah yang
menjadi Arung Pattiro dan Datu Tanete. Selanjutnya melahirkan La Tenri Angke’
Datu Marimari.
Adapun anak Batara
Tungke yang bernama We Tenri Lekke saudara kandung We Pattekke Tana, kawin
dengan La Pasau Arung Menge yang juga sebagai Ranreng di Talotenre Wajo.
We Dangke LebaE ri
Mario Riwawo dengan suaminya To Lempe Arung Pattojo melahirkan We Bubungeng I
Dasajo. We Bubungeng I Dasajo inilah yang kawin dengan sepupu satu kalinya yang
bernama La Tenri Bali MatinroE ri Datunna, anak dari La Maddussila Arung Mampu
MammesampatuE. Dari perkawinan itu lahirlah La Tenri Senge’ To Wesang dan We
Yadda MatinroE ri Madello.
La Tenri Senge’ To
Wesang kawin dengan We Pada Daeng Masennang di Pammana, anak dari La Tenri
Sessu To TimoE. Dari perkawinannya lahirlah La Makkateru (meninggal dunia
sewaktu kecil). Selanjutnya lahir pula La Karidu yang kemudian menjadi Arung
Sekkaili. La Karidu kawin di Pammana dengan anak WatampanuwaE ri Pammana. Dari
perkawinan itu lahirlah La Mappassili Arung yang kemudian menjadi Arung
Pattojo. La Mappassili kawin di Tanete dengan Arung Lalolang yang kemudian
melahirkan anak laki-laki yang bernama La Barahima.
Selanjutnya La
Mappassili kawin lagi dengan We Tenri Leleang PajungE ri Luwu MatinroE ri
Soreang, anak We Fatimah Batara Tungke MatinroE ri Pattiro denganh suaminya La
Rumpang Megga To Sappaile MatinroE ri Suppa. Inilah yang melahirkan La
Mappajanci Daeng Massuro PollipuE ri Soppeng MatinroE ri Laburaung.
Anak berikutnya adalah
We Tenri Abang Datu Watu Arung Pattojo dan berikutnya bernama Janggo’
Panincong. Inilah yang tewas dipenggal kepalanya oleh kemanakannya sendiri yang
bernama Baso Tancung pada Perang Batubatu. Dalam peristiwa itu, La Mappassili
tewas terbunuh oleh iparnya sendiri yang bernama La Oddang Riwu Daeng
Mattinring Karaeng Tanete.
Kembali kita bicarakan
La Pottobune’ dengan isterinya We Tenri Pasa Datu Watu. Melahirkan anak yang
bernama La Page yang kemudian diwariskan untuk menjadi Datu di Lompulle. La
Page bersaudara dengan La Tenri Tatta Daeng Serang To Unru dari ayahnya. La
Page Datu Lompulle kawin dengan We Buka Datu Botto. Dari perkawinan itu
lahirlah La Malleleang To Panamangi Datu Lompulle dan juga Datu Mario Riwawo.
Selanjutnya La Panamangi kawin dengan We Mekko Datu Bakke, lahirlah We Tenri
Datu Botto.
We Tenri Datu Botto
kawin dengan sepupu dua kalinya yang bernama La Temmu Page anak We Pattekke
Tana Daeng Tanisanga dengan suaminya yang terakhir yang bernama To Baicceng. We
Tenri dengan La Temmu Page melahirkan anak laki-laki yang bernama La
Mallarangeng To Samallangi, inilah yang kemudian menjadi Datu Lompulle dan Datu
Mario Riwawo. La Mallarangeng To Samallangi kawin dengan We Tenri Leleang janda
dari La Mappassili. Dari perkawinannya itu lahirlah La Maddussila Karaeng
Tanete. La maddussila inilah yang kawin dengan We Seno Datu Citta, anak dari La
Temmassonge MatinroE ri Malimongeng dengan isterinya yang bernama Sitti Habiba.
Selanjutnya We Tenri
Leleang janda dari La Mappassili yang kawin dengan La Mallarangeng To
Samallangi melahirkan We Panangareng Daeng Risanga Arung Cinennong Datu Mario
Riwawo MatinroE ri Ujungtana. We Panangareng Daeng Risanga kawin dengan La
Sunra Datu Lamuru MatinroE ri Lamangile, anak dari La Tenri Sanga Petta
Janggo’E Datu Lamuru.
Kemudian We Tenri
Leleang dengan La Mallarangeng To Samallangi melahirkan La Tenri Sessu Arung
Pancana, inilah yang kawin dengan We Paddi Petta Punna BolaE anak dari
Maddanreng Bone yang bernama La Sibengngareng. Selanjutnya La Tenri Sessu kawin
lagi dengan We Tenri Lawa Besse Peyampo di Wajo, saudara kandung dari Arung
Belle La Sengngeng MatinroE ri Salawa’na.
We Tenri Leleang
dengan La Mallarangeng melahirkan lagi We Pada Daeng Malele, Fatimah Ratu Daeng
Tacowa MatinroE ri Sigeri, La Maggalatung To Kali Datu Lompulle yang juga
sebagai Datu Botto dan Batari Toja We Akka Daeng Matana Opu Datu ri Bakke.
Inilah yang kawin dengan PajungE ri Luwu yang bernama La Pattiware MatinroE ri
Sabbamparu.