Raja Bone Ke-20 La Panaongi To Pawawoi
Posted by AndiEwha
Dengan diangkatnya La
Panaongi To Pawawoi Arung Mampu Karaeng Bisei sebagai Arumpone menggantikan
saudaranya, maka telah tiga bersaudara dari isteri La Patau Matanna Tikka yang
bernama We Mariama Karaeng Patukangang yang menjadi Mangkau’ di Bone dan juga
Datu di Soppeng. Ketika menjadi Mangkau’ di Bone, La Panaongi To Pawawoi
dikenal sebagai Arumpone yang berhati jernih dan dicintai oleh rakyatnya.
La Panaongi kawin
dengan We Sitti Hawang Daeng Masennang, anak dari To Ujama. Dari perkawinan
itu, lahirlah La Page Arung Mampu yang juga sebagai Arung Malolo di Bone.
Ketika masih kecil, La Panaongi dipelihara oleh neneknya yang bernama La
Pariusi Daeng Manyampa Arung Mampu yang juga sebagai Arung Matowa Wajo MatinroE
ri Buluna. Pada saat itulah dia diwariskan oleh neneknya Akkarungeng ri Mampu,
Sijelling dan Amali. Oleh karena itu sebelum menjadi Arumpone La Panaongi To
Pawawoi telah dikenal sebagai Arung Mampu, Arung Sijelling dan Arung Amali.
Anak La Panaongi To
Pawawoi dari isterinya We Sitti Hawang yang bernama La Page Arung Mampu Arung
Malolo bi Bone, kawin dengan We Cenra Arung Bakung. Dari perkawinan itu
lahirlah dua anak laki-laki, yang pertama bernama La Maddussila Arung Mampu,
kedua bernama La Pasampoi Arung Kading.
Kemudian La Page Arung
Mampu Arung Malolo di Bone kawin lagi dengan We Saloge Arung Weteng. Dari
perkawinan itu, lahirlah; pertama La Mappaware Arung Tompo’bulu, kedua La
Mappangara Arung Sinri To Marilaleng Bone Pawelaiye ri SessoE, ketiga We Masi
Arung Weteng.
We Masi kawin dengan
To Tenri To Marilaleng Pawelaiye ri Kaluku BodoE. Dari perlawinannya itu, lahir
dua anak laki-laki; pertama bernama La Mappaware Arung Tompo’bulu, kedua La
Mappangara Arung Sinri, inilah yang menjadi To Marilaleng Pawelaiye ri SessoE.
La Mappangara Arung
Sinri, inilah yang melahirkan Haji Abdul Razak seorang ulama’ besar yang
memiliki ilmu agama Islam yang sangat luas saat itu. Untuk lebih memperdalam
ilmu yang dimilikinya, Haji Abdul Razak mengunjungi seorang ulama’ ahli tasauf
di Berru yang bernama Haji Kalula (Haji Muhammad Fadael). Tarekat yang
dipelajari dari Haji Kalula tersebut adalah Tarekat Khalwatiyah.
Ketika ulama besar
Tarekat Khalwatiyah yang bernama Haji Kalula meninggal dunia, digantikanlah
oleh Haji Abdul Razak sebagai ulama’ besar (Anre Guru Lompo). Selanjutnya
setelah Haji Abdul Razak meninggal dunia, maka Anre Guru Lompo Tarekat
Khalwatiyah beralih lagi kepada anaknya yang bernama Haji Abdullah. Ketika Haji
Muhammad Abdullah meninggal dunia pada tanggal 29 Mei 1967 M. digantikan lagi
oleh anaknya yang bernama Haji Muhammad Saleh Daeng Situru. Kemudian digantikan
oleh saudaranya yang bernama Haji Muhammad Amin Daeng Manaba.
Beralih kepada To
Marilaleng Pawelaiye ri Kaluku BodoE yang bernama To Tenri, anak dari We
Maisuri dengan suaminya Petta Tobala, Petta PakkanynyarangE Jennang Bone.
Sementara We Maisuri adalah anak dari We Daompo dengan suaminya La Uncu Arung
Paijo.Sedangkan Tobala Petta PakkanynyarangE adalah anak dari Ponggawa DinruE
ri Bone. We Daompo dengan Ponggawa DinruE ri Bone bersaudara kandung, keduanya
adalah anak dari MatinroE ri Bukaka.
Dalam tahun 1724 M. La
Panaongi meletakkan AkkarungengE ri Bone dan Soppeng, digantikan kembali oleh
saudaranya dari Luwu yang bernama Batari Toja Daeng Talaga. Dengan demikian,
Batari Toja Daeng Talaga menjadi Mangkau’ di Bone untuk kedua kalinya.