Raja Bone Ke-27 La Parenrengi
Posted by AndiEwha
La Parenrengi Sultan
Akhmad Muhiddin Arung Pugi sebagai Arung Lompu menggantikan pamannya La
Mappaseling Arung Pannyili sebagai Mangkau’ di Bone. La Parenrengi adalah anak
dari La Mappaewa Arung Lompu To Malompo ri Bone saudara kandung dengan MatinroE
ri Salassana. Sedangkan ibunya bernama We Tabacina atau Bau Cina Karaeng
Kanjenne anak dari La Pasanrangi Petta CambangE Arung Malolo Sidenreng.
Anak MappalakaE dengan
Petta CambangE, adalah ; pertama bernama La Patongai Datu Lompulle Ranreng
Talotenre. Inilah yang dipersiapkan menjadi Addatuang Sidenreng, akan tetapi
Petta CambangE berperang dengan saudaranya yang bernama La Panguriseng sehingga
kedudukan tersebut direbut oleh La Panguriseng. Anak yang kedua bernama La Unru
Arung Ujung, ketiga bernama We Tabacina Karaeng Kanjenne dan yang keempt
bernama We Batari, meninggal diwaktu kecil.
We Tabacina kawin
dengan La Mappaewa Arung Lompu To Malompo ri Bone. Dari perkawinannya itu
lahirlah La Parenrengi. Inilah yang disepakati oleh Hadat Tujuh Bone untuk
diangkat menjadi Arumpone. Anak MappalakaE dengan Petta CambangE berikutnya,
adalah; Toancalo Arung Amali Tomarilaleng Bone Ranreng juga di Talotenre.
Berikutnya bernama We Rukiyah dan berikutnya lagi bernama Sitti Saira Arung Lompu.
Sitti Saira kawin
dengan anak sepupu satu kalinya yang bernama Singkeru’ Rukka Arung Palakka
MatinroE ri Topaccing. Dari perkawinannya itu lahirlah We Patima Banri Arung
Timurung.
La Parenrengi Arung
Ugi yang telah diangkat menjadi Arumpone dan masih tetap didampingi oleh
pamannya yang bernama La Mappangara Arung Sinri. Dalam khutbah Jumat nama
Arumpone La Parenrengi disebut sebagai Sultan Ahmad Saleh Mahyuddin. La
Mappangara Arung Sinri masih tetap berjasa dalam memperbaiki hubungan antara
Bone dengan Kompeni Belanda.
Karena jasa-jasa La
Mappangara Arung Sinri sehingga Kompeni Belanda benar-benar memperlihatkan
perhatiannya dalam menjalin kerja sama dengan Arumpone.Pembesar Kompeni Belanda
yang ada di Ujungpandang sengaja masuk ke Bone sebagai tanda bahwa Bone dengan
Kompeni Belanda bersahabat yang dimulai dari MatinroE ri Salassana.
Ketika Pembesar
Kompeni Belanda yang bernama Tuan de Peres masuk ke Bone pada tahun 1846 M.
Arumpone La Parenrengi menjemput dan menerimanya dengan baik. Namun tidak seorangpun
yang menduga bahwa persahabatan Bone dengan Kompeni Belanda akan mengalami
masalah. Seperti kata orang tua bahwa sedangkan piring satu tempat bisa saling
berbenturan, walaupun tidak ada yang menggoyangkannya.Begitu pula Arumpone La
Parenrengi dengan Kompeni Belanda, persahabatan yang begitu akrab, tiba-tiba
saja merenggang.
Karena La Mappangara
Tomarilaleng Bone mengambil jalan pintas yaitu untuk minta kepada Arumpone agar
dirinya dapat diberhentikan sebagai Tomarilaleng. Permintaan itu dipenuhi oleh Arumpone
La Parenrengi dengan pertimbangan bahwa pamannya itumemang sudah tua dan ingin
istirahat.
Dalam tahun 1849 M.
setelah tugasnya sebagai Tomarilaleng Bone dilepaskannya, maka naiklah ke
Ujungpandang untuk minta perlindungan kepada Pembesar Kompeni Belanda yang
bernama Tuan de Peres. Kepada Arung Sinri Pembesar Kompeni Belanda menunjukkan
tempat yang baik untuk ditempati, yaitu Marus. Setelah kesepakatan antara Arung
Sinri dengan Pembesar Kompeni Belanda selesai dan Arung Sinri setuju untuk
tinggal di Marus, maka kembalilah ke Bone mengumpulkan semua barang-barangnya
dan segenap keluarganya untuk dibawa ke Ujungpandang.
Setelah semua
barang-barangnya selesai dikemas dan segenap keluarganya yang akan mengikutinya
dipersiapkan, La Mappangara Arung Sinri minta izin kepada kemanakannya Arumpone
untuk berangkat ke Ujungpandang. Arumpone La Parenrengi melepas kepergian
pamannya diikuti oleh beberapa keluarganya. Arung Sinri bersama rombongannya
berjalan menelusuri hutan, melewati Lappariaja akhirnya sampai di padang yang
luas di Maros, di tempat yang telah ditunjukkan oleh Pembesar Kompeni Belanda,
yaitu tempat yang bernama SessoE.
Di tempat itulah Arung
Sinri dengan seluruh pengikutnya singgah dan menetap. Kepada pengikutnya
dibagikan tanah untuk digarap sebagai sumber penghidupan dengan keluarganya.
Arung Sinri yang
dikenal sangat patuh dalam melaksanakan syariat Islam, maka iapun merasa tenang
dan aman dalam beribadah ditempatnya yang baru itu. Beberapa saat kemudian
Arung Sinri memilih suatu tarekat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah,
yaitu tarekat khalwatiyah. Pergilah ke Barru menemui seorang ulama’ yang
bernama Haji Kalula. Inilah yang membimbingnya untuk lebih memperdalam ilmu
agama Islam yang dianutnya. Anak cucunyalah secara turun temurun yang menjadi
Pangulu Lompo tarekat Khalwatiyah itu.
Pada tanggal 16
Februari 1857 M. Arumpone La Parenrengi meninggal dunia di Ajang Benteng. Oleh
karena itu dinamakanlah MatinroE ri Ajang Benteng. Selanjutnya digantikan oleh
janda sepupu satu kalinya yang bernama We Tenriawaru Pancai’tana Besse Kajuara.